Senin, 15 Juni 2009

METODE PENDIDIKAN RASULULLAH


METODE PENDIDIKAN RASULULLAH TELADAN

DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN ISLAM BAGI PENDIDIK UMAT

1. LATAR BELAKANG

Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi tak jarang memiliki pengaruh dan dampak yang negatif pula jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.

Bidang pendidikan pun juga tidak luput dari efek yang ditimbulkan dari globalisasi. Isu yang digulirkan untuk pendidikan adalah kompetensi bagi setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan maupun keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan. Jika dilihat sekilas, muatan nilai yang terdapat dalam agenda globalisasi nampak universal dan tidak memiliki dampak negatif. Namun jika ditelaah standard kompetensi dan keunggulan kompetitif yang seperti apa inilah yang perlu dicermati dengan seksama.

Faktanya, standard tersebut tampak di permukaan ditentukan oleh dunia internasional melalui lembaga internasional semacam UNESCO atau yang sejenis dan menjadi sebuah kesepakatan dunia, akan tetapi ada sisi gelap yang belum terkuak yaitu pihak perumus standard tersebut adalah negara Eropa dan Amerika. Bagi kalangan masyarakat awam, kedua kawasan (Eropa dan Amerika) tersebut masih relevan menjadi kiblat peradaban modern dan mapan. Dikatakan demikian karena penampakan yang ada dan diopinikan dengan sistematis bahwa Amerika dan Eropa telah berhasil menjadi negara yang unggul dibandingkan negara lainnya dan menampakkan gambaran kesejahteran dan kemakmuran yang dirasakan oleh setiap orang yang berada di kawasan tersebut.

Pandangan akan kemilau keberhasilan Amerika dan Eropa membangun peradaban modernnya yang didalamnya juga terdapat pola pendidikan diasumsikan terbaik tidak hanya bagi masyarakat awam. Negara-negara di dunia ketiga yang notabene banyak diantaranya adalah negeri-negeri muslim silau dengan keberhasilan pendidikan di kedua kawasan tersebut dan menjadikannya benchmark / patokan untuk pengembangan pendidikan di negaranya masing-masing.

Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang dalam hal ini sering disebut paham Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus buruk dunia pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media massa cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa yang lebih baik.

Ambillah contoh, baru-baru ini seluruh pelajar SMA di Indonesia melangsungkan Ujian Akhir Nasional. Standard kelulusan yang ditetapkan Mendiknas tiap tahunnya dinaikkan mulai dari 3,00 pada tahun 2003 hingga 5,25 pada 2008 ini. Penetapan standard ini sebagai implementasi penyetaraan kompetensi pelajar Indonesia dengan pelajar Internasional. Tapi di tataran praktik, banyak terjadi fenomena paradoks dan fakta yang ironis. Seperti anak yang dikenal pintar ternyata tidak lulus UAN dengan berbagai alasan, belum lagi variasi kecurangan selama UAN berlangsung yang ternyata tidak dominasi pelajar tapi juga sampai pada jajaran guru dan sekolah untuk mengelabui dan mengejar standard kelulusan.(JawaPos, 23/04/2008)

Juga, Indonesia diketahui sebagai negara pada urutan ketujuh dunia sebagai negara pengakses situs-situs porno. Lebih jauh lagi, dibahas didalamnya ternyata sebagai pengakses situs porno dari Indonesia dari kalangan pelajar. Prosentase terbesar diduduki oleh pelajar SMA sejumlah 38% diikuti oleh mahasiswa sebesar 33,6% dan ternyata dari kalangan siswa SMP juga menjadi pengakses situs porno17,3% sisanya sebesar 11% ditempati oleh masyarakat non pelajar. (Times, 14/12/2006)

Kasus parah lainnya yang tampak sebagai indicator degradasi moral dalam pandangan umum adalah tawuran yang sering dilakukan di kalangan pelajar ternyata juga merambah di kalangan mahasiswa. Padahal jika memandang secara idealnya, seharusnya semakin tinggi jenjang pendidikan yang dilalui oleh anak didik semestinya yang bersangkutan mengedepankan etika dan logika-rasional akademisi. Maksudnya mahasiswa sebagai insan pendidikan yang menjalani jenjang tertinggi tidak seharusnya terbawa emosi sehingga berujung pada tawuran. Peristiwa yang sering terjadi di kota Jakarta, maupun Makassar, Medan, Palu itu yang tampak, mungkin akan banyak lagi yang belum terjangkau liputan media massa sehingga tidak tampak di permukaan.

Beberapa contoh kasus diatas merupakan efek negatif dari pola pendidikan yang diadopsi Indonesia dari negara acuannya yaitu Eropa dan Amerika. Dikatakan berefek negatif karena ditinjau secara kebijakan makro, pendidikan Barat tidak lepas dari kerangka berpikir pada ideologi kapitalisme. Padahal sudah banyak dikupas habis banyaknya kelemahan dan keburukan pada ideology kapitalisme sebagai buah tangan manusia. Sedangkan jika ditinjau secara mikro, permasalahan tidak adanya link and match antara materi yang didapatkan di bangku sekolah dengan realitas yang ada di lapangan. Sehingga anak didik sering mengalami kebingungan sesuai menyelesaikan masa studi dan mulai memasuki masyarakat. Lulusan institusi pendidikan belum sempat menentukan langkah sudah tenggelam dengan hiruk pikuknya tata kehidupan materialistic.

Selain itu, esensi materi pendidikan yang distandardisasi (baca : ditiru) dari Barat bermuatan budaya dan pemikiran yang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Indikasi yang bisa dijumpai, masih diajarkannya teori evolusi Darwin tanpa diimbangi dengan pemahaman Islam terhadapnya. Hukum kekekalan massa pada fisika yang juga semestinya dinilai secara kritis dalam pandangan Islam oleh gurunya. Belum lagi pelajaran yang berkaitan dengan sosial-ekonomi yang bisa dikatakan sekitar 85% tidak sesuai dengan Syari’at Islam. Ditambah lagi mata pelajaran agama yang diajarkan di sekolah maupun pendidikan tinggi cuma +2 jam dalam seminggu. Itupun materi ajarnya ‘menjenuhkan’ artinya dari mulai Sekolah Dasar hingga Pendidikan Tinggi pembahasannya berputar permasalahan ibadah mahdloh. Sedangkan permasalahan interaksi manusia (muamalat) hampir tidak ada sama sekali.

Derasnya serangan tsaqofah Barat seperti sikap hedonistic dengan implikasinya berupa gaya hidup hura-hura, konsumeristik, rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas, individualistic, kebebasan yang salah arah dan lepas kendali serta tampilan pada anak didik sebagai generasi permisif dan anarkis yang telah disebutkan diatas secara eksplisit wujudnya. Serangan tersebut berakibat pada pengaruh dan peran pendidik umat (guru) menurun drastic sehingga pendidik umat secara perlahan-lahan kehilangan kewibawaan dan keteladanan di tengah-tengah anak didik.

Akhirnya kita dihadapkan pada perkara inti yaitu bagaimana gambaran pola pendidikan Islam ? bagaimana pula sosok pendidik umat yang dibutuhkan untuk membangun kepribadian Islam pada anak didik kaum muslimin?. Pertanyaan ini akan mudah untuk dijawab jika kita memiliki pedoman yang jelas dan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah serta ber-azzam (bertekad kuat) untuk menggali dan mengeksplorasi khazanah Islam sebagai fundamendal pendidikan generasi muda yang handal. Karena sungguh didalam Al-Qur’an Sunnah telah dijelaskan dengan mendalam segala aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Maka dari itu penulis mencoba akan menguraikan pada penjelasan berikut ini.

2. ARAH DAN PILAR PENDIDIKAN ISLAM

Kerusakan yang lama ada pada pola pendidikan di negara Barat sepatutnya ditinggalkan oleh kaum muslimin. Kerusakan tersebut timbul dikarenakan tidak adanya muatan ruhiyah dalam penelitian dan pengembangan sains dan teknologinya. Sehingga dampak yang bisa dirasakan, pola pendidikan tersebut menghasilkan output berpikir dan bersikap berdasarkan pada prinsip materialisme dengan menanggalkan prinsip syari’at Islam. Dari sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan kehidupan. sebagaimana telah disitir dalam ayat berikut ini

Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan – tangan manusia “. (Ar- Rum : 41).

Segala urusan dunia jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa menuntaskan masalah. Sehingga yang terjadi adalah fenomena tambal sulam ataupun gali lubang, tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada Islam.

Islam diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad tidak sekadar melakukan perbaikan akhlaq. Namun lebih jauh lagi, turunnya Islam menjadi penyempurna dari semua agama yang ada dan memuat semua tata aturan kehidupan secara paripurna. Islam menjelaskan aturan mulai dari masuk kamar mandi hingga masuk parlemen, mulai dari menegakkan sholat hingga menegakkan Negara Islam. Demikian pula, Islam menjelaskan secara total bagaimana kaidah pendidikan sesuai dengan Khitab As-Syaari’. Jadi sangat disayangkan jika kaum muslimin berpaling dari Islam malah meniru total pendidikan ala Barat karena silau dengan kemajuannya.

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqoroh : 208)

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata”(QS.Al-Ahzab : 36)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS.An-Nisa’: )

Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia yang khas dan mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya +13 abad lamanya. Factor paling menentukan atas kegemilangan Islam membangun peradaban dunia adalah keimanan dan keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun dikotomi atas kedua factor tersebut dalam pola pendidikan yang diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak diragukan kehandalannya hingga kini.

Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia), Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal tidak sekadar paham terhadap sains dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di bidang ilmu diniyyah.

Kalau begitu pola pendidikan seperti apa yang mampu mencetak generasi islam berkualitas sekaliber tokoh-tokoh dunia tersebut? Penting kiranya menyatukan persepsi tentang pendidikan sesuai kaidah Syara’. Hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak kesempurnaan itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu, keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal. Setelah diketahui hakikat pendidikan maka berikutnya bisa dirumuskan tujuan dari pendidikan Islam yang diinginkan yaitu :

1. Membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa bagi umat yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum oleh Negara.

2. Mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dll) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi (kimia, fisika, kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.

Kedua tujuan dari pola pendidikan Islam bisa terlaksana jika ditopang dengan pilar yang akan menjaga keberlangsungan dari pendidikan Islam tersebut. Pilar penopang pendidikan Islam yang dibutuhkan untuk bekerja sinergis terdiri dari :

1. Keluarga

Dalam pandangan Islam, keluarga merupakan gerbang utama dan pertama yang membukakan pengetahuan atas segala sesuatu yang dipahami oleh anak-anak. Keluarga-lah yang memiliki andil besar dalam menanamkan prinsip-prinsip keimanan yang kokoh sebagai dasar bagi si anak untuk menjalani aktivitas hidupnya. Berikutnya, mengantarkan dan mendampingi anak meraih dan mengamalkan ilmu setingggi-tingginya dalam koridor taqwa. Jadi keluarga harus menyadari memiliki beban tanggung jawab yang pertama untuk membentuk pola akal dan jiwa yang Islami bagi anak. Singkatnya, keluarga sebagai cermin keteladanan bagi generasi baru. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

كلّ مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصّرانه أو يمجّسانه

“Setiap anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

رضى الرّبّ في رضى الوالدوسخط الرّبّ في سخط الولد

“Ridho Tuhan terletak pada ridho orang tua, demikian juga kemurkaan Tuhan terletak pada kemurkaan orang tua.” (HR.Al-Bukhori no.6521)

2. Masyarakat

Pendidikan generasi merupakan aktivitas yang berkelanjutan tanpa akhir dan sepanjang hayat manusia. Oleh karena itu, pola pendidikan Islam tidak berhenti dan terbatas pada pendidikan formal (sekolah), namun justru pendidikan generasi Islami yang bersifat non formal di tengah masyarakat harus beratmosfer Islam pula. Kajian tsaqofah islam serta ilmu pengetahuan dan sarana penunjangnya menuntut peran aktif dari masyarakat pula. Ada beberapa peran yang bisa dimainkan masyarakat sebagai pilar penopang pendidikan generasi islami yaitu sebagai control penyelenggaraan pendidikan oleh negara dan laboratorium permasalahan kehidupan yang kompleks.

خذاالحكمة ممن سمعتموها فانه قديقول الحكمة غير الحكيم وتكون الرمية من غير رام

Ambillah hikmah yang kamu dengan dari siapa saja, sebab hikmah itu kadang-kadang diucapkan oleh seseorang yang bukan ahli hikmah. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja?” (HR. Al-Askari dari Anas ra dalam kitab Kashful Khafa’ Jilid II, h.62))

العلم ضالة المؤمن حيث وجده أخذه

Hikmah laksana hak milik seorag mukmin yang hilang. Dimanapun ia mejumpainya, disana ia mengambilnya (HR. Al-Askari dari Anas ra)

3. Madrasah

Tempat untuk mengkaji keilmuan lebih intensif dan sistematis terletak pada Madrasah. Semasa Rasulullah SAW, masjid-masjid yang didirikan kaum muslimin menjadi lembaga pendidikan formal bagi semua manusia. Didalamnya tidak semata-mata membahas ilmu diniyah, namun juga ilmu terapan. Rasulullah menjadikan masjid untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam, tapi penyusunan strategi perang pun juga seringkali dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabat didalam masjid. Sedangkan dimasa modern saat ini pendidikan bisa dialihkan yang semula masjid ke tempat dengan fasilitas yang menunjang dalam proses pembelajaran lebih efektif baik itu sekolah maupun perguruan tinggi. Hal ini sah-sah saja dan tidak bisa dianggap sebagai upaya memisahkan anak didik dari masjid.

Peradaban Islam mengalami puncak kegemilangan pada saat Bani Abbasiyah memegang tampuk kekuasaan dalam system pemerintah Khilafah Islamiyah. Sepanjang pemerintahan Khilafah Abbasiyah, perhatian sangat besar diberikan pada pengembangan ilmu pengetahuan dengan pola pendidikan islami. Sejarah mencatat berdirinya Bait Al-Hikmah sebagai madrasah dengan jenjang pendidikannya yang sistematis. Bait Al-Hikmah dibangun oleh Khalifah Al-Ma’mun yang dikenal sebagai khalifah pencinta ilmu pengetahuan. Dari Bait Al-Hikmah inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang telah disebutkan sebelumnya. Juga Bait Al-Hikmah lah menjadi mercusuar ilmu pengetahuan yang didatangi oleh semua orang dari segala penjuru dunia termasuk Barat. Dan munculnya Renaissance di Eropa terjadi setelah banyak orang Eropa menggali ilmu pengetahuan dari bait Al-Hikmah.

Sistematika pendidikan islam yang bisa diterapkan dalam madrasah dikelompokkan secara berjenjang (marhalah) yang harus memperhatikan fakta anak didik di setiap tingkatan. Tentunya bobot yang diberikan disetiap tingkatan memiliki komposisi yang berbeda namun proporsional. Sedangkan keberhasilan sistematika pendidikan islami yang ada pada madrasah tergantung pada para tenaga pendidiknya. Perkembangan sikap dan pemahaman yang terdapat pada anak didik merupakan tanggung jawab terbesar pada para tenaga pendidik. Lebih dari itu, syakhsiyah Islamiyah yang dicita-citakan pada anak didik menjadi sempurna apabila para tenaga pendidiknya lebih dahulu memiliki syakhsiyah islamiyah tersebut dan mampu meningkatkan secara berkelanjutan. Madrasah meletakkan harapan besar kepada para tenaga pendidik untuk memberikan proses yang tidak sekadar transfer of knowledge tapi juga cultivate of spirit and value. Maka dari itu arti guru yaitu digugu dan ditiru benar-benar bisa terlaksana dan terjaga dengan baik.

4. Negara

Negara sebagai pilar penopang bisa mewujudkan pola pendidikan Islami akan lebih optimal, efektif dan sempurna jika didukung dengan semua kebijakan yang dikeluarkan terhadap aspek kehidupan ini berlandaskan syari’at Islam. Peran yang bisa diambil oleh Negara dalam mewujudkan pola pendidikan Islami diantaranya :

a. Menyusun kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi). Filterisasi terhadap paham-paham sesat dan menyesatkan bisa dijalankan melalui standar kurikulum Islami. Sehingga harapannya tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin, ekonomi ribawi, serta filsafat liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam.

b. Seleksi dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi berupa ketinggian syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika sudah didapatkan tenaga pendidikan yang sesuai kualifikasi, negara harus menjamin kesejahteraan hidup para tenaga pendidik agar mereka bisa focus dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi anak didik dan tidak disibukkan aktivitas mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

c. Menyajikan content pendidikan dengan prinsip Fikru lil Amal (Link and Match / ilmu yang bisa diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi pendidikan tidak membumi (tidak bisa diterapkan) sehingga tidak berpengaruh dan tidak memotivasi anak didin untuk mendalaminya.

d. Tidak membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar. Karena hakekat pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi oleh Negara. Allah mengamanahkan penguasa negara untuk benar-benar memenuhi kebutuhan umat tanpa syarat termasuk pendidikan.

الامام راع وهو مسؤول عن رعيته

“Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar)

Arah Pendidikan


3. PERAN PENDIDIK DALAM ISLAMIC CHARACTER BUILDING

Rasulullah SAW selaku penyampai risala Islam yang mulia merupakan cerminan yang komprehensif untuk mencapai kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Bahkan sayyidah ‘Aisyah tatkala ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Rasulullah itu adalah Al-Qur’an berjalan. Artinya semua kaidah kehidupan yang ditetapkan islam melalui Al-Qur’an semuanya contoh sudah terdapat dan dijumpai dalam diri Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi juga kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan teladan yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi Rasulullah SAW dalam ayat-Nya :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS.Al-Ahzab : 21)

Jaminan mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali dan meneladani kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan keselamatan dan syafa’at saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah. Jadi tidak ada keraguan lagi dan tidak akan memilih cara lain termasuk dalam menerapkan pola pendidikan selain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Sosok Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma kalangan dunia Islam namun juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan Barat seperti Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari sudut pragmatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”. Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia meletakkan Rasulullah Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling berhasil dan tak tergantikan oleh sosok lainnya berkaitan dengan memimpin dan mendidik umat dalam kurun waktu singkat sehingga terwujud kehidupan yang mulia.

Wujud pendidik umat yang mampu membangun generasi islami dengan ciri yang melekat padanya berupa pola pikir dan pola jiwa yang islami sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah bisa ditinjau dari sifat seorang pendidik serta strategi pendidikan yang dimiliki pendidik. Jika kedua hal ini dipahami dengan benar dan diimplementasikan dengan istiqomah, niscaya generasi islami akan terwujud. Sifat Rasulullah memang yang paling khas adalah Shiddiq, Fathonah, Tabligh, dan Amanah. Namun secara spesifik untuk seorang pendidik, bisa dijumpai sifat yang dicontohkan Rasulullah SAW berikut ini :

a. Kasih Sayang. Wajib dimiliki oleh setiap pendidik sehingga proses pembelajaran yang diberikan menyentuh hingga ke relung kalbu. Implikasi dari sifat ini adalah pendidik menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang dididik.

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS.Al-Fath : 29)

b. Sabar. Bekal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pendidik yang sukses. Keragaman sikap dan kemampuan memahami yang dimiliki oleh anak didik menjadi tantangan bagi pendidik. Terutama bagi anak didik yang lamban dalam memahami materi dibutuhkan kesabaran yang lebih dari pendidik untuk terus mencari cara agar si anak didik bisa setara pemahamannya dengan yang lainnya.

Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS.Al-Baqoroh : 153).

c. Cerdas. Seorang pendidik harus mampu menganalisis setiap masalah yang muncul dan memberikan solusi yang tepat untuk mengembangkan anak didiknya merupakan wujud dari sifat cerdas. Kecerdasan yang dibutuhkan tidak cuma intelektual namun juga emosional dan spiritual.

d. Tawadhu’. Pantang bagi seorang pendidik memiliki sifat arogan (sombong) meski itu kepada anak didiknya. Rasulullah mencontohkan sifat tawadhu’ kepada siapa saja baik kepada yang tua maupun yang lebih muda dari beliau. Sehingga tidak ada jarang yang renggang antara pendidik dengan anak didik dan akan memudahkan pembelajaran dan memperkuat pengaruh baik pendidik kepada anak didik karena penghormatan.29. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

عن أنس بن مالك رض الله عنه مرّ صبيانٍ فسلّم عليهم وقال كان النبيّ صلى الله عيه وسلّم يفعله(HR.Bukhori)

e. Bijaksana. Seorang pendidik umat tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan bahkan oleh keburukan yang dihadapinya dengan bijaksana dan lapang dada sehingga akan mempermudah baginya memecahkan sebab-sebab permasalahan tersebut

f. Pemberi Maaf. Anak didik yang ditangani oleh pendidik umat tentunya tidak luput dari kesalahan maupun sikap-sikap yang tidak terpuji lainnya. Maka dari itu pendidik umat dituntut untuk mudah memberikan maaf meskipun ada sanksi yang diberikan kepada anak didik yang menjadi pelaku kesalahan sebagai bagian dari edukasi.

g. Kepribadian yang Kuat. Sanksi bisa jadi tidak diperlukan dalam mengedukasi anak didik jika seorang pendidik umat memiliki kepribadian yang kuat (kewibawaan, tidak cacat moral, dan tidak diragukan kemampuannya) sehingga memunculkan apresiasi dari anak didik, bukannya apriori. Sehingga secara otomatis bisa mencegah terjadinya banyak kesalahan dan mampu menanamkan keyakinan dalam diri anak

h. Yakin terhadap Tugas Pendidikan. Rasulullah dalam menjalankan tugas mengedukasi umat selalu optimis dan penuh keyakinan terhadap tugas yang diembannya. Patutlah jika pendidik umat juga memiliki sifat ini yaitu yakin usaha sampai, karena Allah SWT akan mempercepat pemberian terhadap manusia yang memiilki keyakinan tinggi terhadap keberhasilan setiap tugas yang dilakukan. Sesuai dengan hadits Qudsi bahwa Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya.

Sifat-sifat diatas menjadi bekal dan support bagi pendidik umat untuk berhasil dalam mengimplementasikan strategi yang disusunnya. Rasulullah sebagai pendidik memiliki strategi pendidikan yang penting diketahui. Strategi tersebut terdiri dari metode, aksi, dan teknik yang diperlukan dalam mendapatkan hasil yang maksimal untuk pendidikan islami. Metode yang dilakukan Rasulullah meliputi :

1. Spiritual-Mentality Building. Rasulullah meletakkan pondasi mental berlandaskan aqidah yang kuat terhadap kaum muslimin semasa itu. Karena jika pendidikan tidak dimulai dari dalam diri, maka apapun manifestasi pendidikan tersebut hanyalah manipulatiif. Pembentukan mental islam yang kuat akan menghindarkan anak didik dari penyakit hati seperti benci, dengki, buruk sangka, sombong, bohong, pesimis, dsb. Jika seseorang telah mampu mengeliminasi penyakit hati, maka orang tersebut berpotensi besar untuk sukses.

2. Applicable. Allah SWT tidak pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan tindakan nyata. Maka berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT melakukan penguatan pengetahuan teoritis dengan aplikasi praktis. Sebab akan bisa didapatkan manfaat hakiki yang lahir dari aplikasi praktis terhadap pengetahuan teoritis tersebut.

“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik” (QS.Ar-Ra’d : 29)

3. Balance in Capacity. Artinya sebagai seorang pendidik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah memberikan penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang berlebihan akan menyebabkan seorang pendidik tersebut dijauhi dan tugasnya pun akan ditinggalkan. Metode ini sesuai dengan hadits Rasulullah

فاذا أمرتكم بشيء فاتوامنه مااستطعتم

“jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka tunaikanlah sesuai dengan kemampuan kalian (yang paling maksimal). (HR.Muslim no. 1307)

ما انت بمحدّث قوم حديثًا لاتبلغه عقولهم إلاّكان لبعضهم فتنةً

“ Kamu sekali-kali janganlah memberi penjelasan kepada suatu kaum, penjelasan yang tidak bisa dijangkau oleh akan mereka, kecuali ia akan menjadi fitnah bagi sebagian diantara mereka.”(HR.Muslim)

4. Right Treatment for Diversity. Pendidikan Islami memerlukan tindakan tepat terhadap keragaman anak didik. Keragaman tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan demografi. Rasulullah memberi perlakuan berbeda dalam mendidik antara pria dengan wanita, antara orang badui dengan orang kota, antara orang yang baru masuk islam dengan yang sudah lama memeluk islam. Sehingga jika tepat dalam memberi perlakuan terhadap keragaman anak didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik kepada anak didik.

5. Priority & Thing First Thing. Kemampuan untuk membuat prioritas dan memilah yang terpenting daripada yang penting sangat diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik. Prioritas dan mendahulukan hal terpenting dalam proses pendidikan islami berarti menanamkan kebiasaan kepada anak didik bertindak efektif dan efisien. Efektif artinya melakukan sesuatu yang benar sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan benar.

إغتنم خمسًا قبل خمس حياتك قبل موتك وصحّتك قبل سقمك وفراغك قبل شغلك وشبابك قبل هرمك وغناك قبل فقرك

Manfaatkan lima perkara sebelum (datang) lima perkara : masa hidupmu sebelum (datang) matimu, masa sehatmu sebelum (datang) masa sakitmu, masa senggangmu sebelum (datang) masa sempitmu, masa mudamu sebelum (datang) masa tuamu, dan masa kayamu sebelum (datang) masa miskinmu.” (GR. Tirmidzi)

6. Good Advice for Good Time. Pendidik umat harus mampu memberikan konseling kepada anak didik yang sedang dilanda masalah ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa disadarinya. Ada yang perlu diperhatikan dalam pemberian nasehat/advice kepada anak didik yaitu kuantitas dan timing. Kuantitas maksudnya nasihat yang diberikan tidak banyak namun terkontrol dalam pelaksanaan pada anak didiknya. Jika terjadi pengabaian pada nasihat pertama, maka bisa kemudian diberi nasehat yang selanjutnya dan lebih berbobot. Lantas, mengenai waktu/timing penyampaian nasihat harus tepat. Pemilihan waktu yang tepat saat memberikan nasehat akan memberikan dampak perubahan yang luar biasa kepada anak didik.

7. Achievement Motivation.Motivasi berprestasi penting artinya dimasukkan dalam proses pendidikan islami karena mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri manusia berefek pada sikap dan tindakannya mengarah pada hal yang positif pula. Sehingga kebajikan lebih dominan dan mampu melenyapkan keburukan sesuai dengan ayat Al-Qur’an :

“….Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk...(QS.Huud:114)

8. Coercive and Reward.Sanksi dan Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya memotivasi anak didik. Ada kalanya anak didik berbuat baik karena takut dihukum dan ada yang memang menginginkan mendapat pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah SAW mencontohkan mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah SWT mengutamakan menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena suka akan memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang dada.

9. Self-Evaluation. Rasulullah mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam metode pendidikan yang beliau jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah). Anak didik yang selalu diajak untuk melakukan evaluasi diri dalam keterlibatannya pada proses pendidikan islami akan memacu diri anak didik untuk melakukan perbaikan sehingga akan didapatkan peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi.

10. Sustainable Transfer.Pendidikan islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang tidak bisa didapatkan dalam waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer maupun control terhadap hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah juga berjalan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Waktu 13 tahun dihabiskan selama di Makkah dan dilanjutkan di Madinah di sisa usia beliau hingga kembali ke haribaan tidak pernah berhenti untuk terus dan terus mendidik umat.

Penjelasan singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa menjadi bekal untuk melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik sesuai dengan syari’at Islam. Sebenarnya masih sangat luas sekali-hingga tak terhitung jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW. Tapi sekali lagi, jika kita mau dan bertekad keras untuk memulai dari yang sedikit dulu namun istiqomah dan ada peningkatan bertahap kelak kemudian hari dari apa-apa yang telah dicontohkan Rasulullah, insya Allah akan menghasilkan kualitas anak didik yang tidak diragukan lagi kehandalannya.

4. KHATIMAH

Pembangunan dan pembentukan generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat, tabi’in, tabi’in-tabi’at dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti keberhasilan pola pendidikan islami. Generasi islam dinilai berkualitas apabila terbentuk pola pikir dan pola jiwa berlandaskan pada aqidah Islam yang kuat sehingga mampu mengintegrasikan keimanan dan kompetensi pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada semenjak Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan banyak keteladanan yang bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi islami juga akan didapati peradaban mulia seperti yang sudah tercatat dalam sejarah dunia tentang kegemilangan peradaban islam mengubah dunia dari kegelapan menuju pencerahan hakiki. Pendidikan islami mampu membuktikan janji Allah SWT dengan munculnya umat terbaik sesuai dengan ayat al-Qur’an :

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imron : 110)

خير كم قرني ثمّالذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم ثمّ الذين يلونهم

Sesungguhnya yang terbaik dari kalangan kamu ialah sezaman denganku, kemudian orang yang hidup selepas zaman aku, setelah itu orang yang hidup selepas mereka”. (HR. Al-Bukhori no. 1496)

DAFTAR PUSTAKA

- Abdurrahman, Hafidz., Membangun Kepribadian Pendidik Umat, WADI Press, 2008

- Ahmed, Shabir., Anas Abdul Muntaqim., Abdul Satar., Islam dan Ilmu Pengetahuan, Penerbit Al-Izzah, 1999

- Al-Baghdadi, Abdurrahman., Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, Penerbit Al-Izzah, 1996

- Asari, Hasan., Menyingkap Zaman Keemasan Islam : Kajian Atas Lembaga-Lembaga Pendidikan, Mizan, 1994

- Hizbut Tahrir Indonesia, Membangun Generasi Berkualitas Dengan Perspektif Islam, 2003

- Hizbut Tahrir Indonesia, Generasi Cerdas, Generasi Peduli Bangsa : Solusi Tuntas Krisis Kepemimpinan, Proceedings Lokakarya Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004

- Lukman, H. Fahmy. Syariat Islam dalam Kebijakan Pendidikan, www.icmimuda.org, 2006

- Yasin, Abu., Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Pustaka Thariqul Izzah, 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar