Senin, 13 Juli 2009

BATIK SENI BUDA BANGSA YANG EKSOTIK

Batik Kayu Warisan Budaya Yogyakarta

potensi-batik-jogjaPotensi Daerah

Kerajinan adalah salah satu keunggulan daya tarik wisata yang mampu mendukung Yogyakarta sebagai kota pariwisata . Berbagai sumber potensi mengangkat citra kota yogyakarta , salah satunya adalah sentra kerajinan , dengan berbagai macam kerajinan yang ada di kota yogyakarta , maka pantaslah bahwa kota yogyakarta mendapat julukan sebagai kota kerajinan.

Berbagai barang kerajinan tumbuh dengan pesat di kota yogyakarta. Barang kerajinan yang mereka hasilkan ada yang di jual untuk wilayah domestik , maupun manca negara . Di dukung dengan banyaknya sumber bahan baku dan keterampilan yang dimiliki , baik dari pengrajin bersekala besar maupun pengrajin dalam skala kecil , berusaha menawarkan produk terbaiknya pada konsumen , sehingga muncul persaingan antar mereka. Aneka macam kerajinan yang ada di kota yogyakarta semakin tumbuh dan berkembang sesuai dengan permintaan pasar . Seperti halnya kerajinan batik, yang sekarang ini dikembangkan bukan hanya pada media kain, melainkan pada media kayu.

Dusun Krebet terletak cukup jauh dari kota, dengan jalan yang tidak terlalu besar dan menanjak, karena daerah ini terletak didaerah pegunungan. Perjalanan dari kota Yogyakarta memakan waktu -/+ 30 menit dengan jarak tempuh sekitar 15 km. Untuk masuk ke daerah ini tidak sulit karena jalannya sudah diaspal dengan baik. Pelopor pengrajin Batik Kayu di Dusun Krebet adalaha Sanggar Peni yang didirikan oleh bapak Kemiskidi pada tahun 1988 yang dibantu oleh teman-teman dan juga kerabatnya.
Produksi

Membatik diatas kayu sudah menjadi kepiawaian masyarakat di Dusun krebet. Batik kayu yang mereka hasilkan juga sangat beragam, mulai dari topeng, miniature binatang, miniature furniture dan pernak-pernik hiasan lainya dengan dihiasi berbagai motif yang sangat cantik dan menarik. Proses pembuatanya juga hampir sama dengan membatik diatas kain, hanya saja medianya diganti menjadi kayu.

Jenis kayu yang digunakan juga sangat beragam dengan hasil yang berbeda juga. Biasanya kayu yang sering digunakan sebagai bahan dasar adalah kayu lunak seperti sengon, pule dan mahoni, karena hasil yang didapatkan lebih bagus dan warnanya lebih indah daripada memakai bahan dasar kayu yang keras seperti kayu jati. Kayu yang mereka gunakan juga hasil dari hutan atau kebun dari daerah mereka sendiri, sehingga biaya produksi yang mereka keluarkan juga bisa mereka pangkas untuk keperluan lainya.

Cara pembuatan Batik Kayu juga masih menggunakan metode tradisional dengan alat-alat tradisional juga, sehingga hasil yang didapatkan sangat naturalis dan sangat khas. Alat modern yang mereka gunakan hanya alat pemotong kayu dan alat penghalus kayu. Desain dibuat sendiri oleh pengerajin dan terdapat ratusan desain. Desain utama dari batik media kayu ini adalah : Jlereng dan Kawang, serta desain Kembang, yang motifnya divariasi atau di gabung-gabungkan. Motif khas Yogyakarta ialah Jlereng dan Kawang, namun motif lainnya juga muncul dari kreasi pengrajin sendiri maupun motif yang disesuaikan dengan permintaan pasar.

Untuk kerajinan batik kayu tersebut bahan bakunya di datangkan dari daerah Banyumas berupa kerajinan bambu seperti produk keranjang dan tirai , untuk daerah grebak , secang Magelang seperti botol dan tongkat kayu , sedangkan dari Bantul produknya berupa mangkok dan barang-barang bubut dan dari Wonosari patung berupa hewan-hewan . Untuk proses membatik di awali dari pembuatan desain batik pada bahan bakunya .

Setelah proses desain pada bahan baku kayu dengan menggunakan pensil kemudian menuju ke proses pembatikan menggunakan bahan baku malam. Dalam penggunannya malam tersebut harus dalam keadaan cair. Caranya dengan cara memanaskannya dalam wajan kecil atau biasa di sebut canting di atas kompor kecil . Untuk proses pewarnaan batik kayu ini , bahan yang digunakan adalah zat warna Naptol dan zat warna indogosol . Pada saat proses pewarnaan dengan mengunakan zat naptol tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung karena warna menjadi pudar , sebaliknya zat warna indogosol membutuhkan sinar matahari untuk menimbulkan warnanya , kemudian untuk menetapkan warnanya mengunakan larutan HCL dengan cara di celupkan , pemberian warna pada batik kayu ini tergantung pada beberapa kombinasi warna yang diinginkan .

Untuk proses selanjutnya dilakukan pengeringan dengan di jemur ditempat terbuka . kemudian dilanjutkan dalam proses pelorotan malam , yang mengunakan cairan HCL , soda kostik , TRO atau turkish red oil dan soda Abu untuk menguatkan warna . bati kayu tersebut di cuci mengunakan air tawar , sampai benar-benar bersih dari kotoran-kotoran dan larutan HCL , yang selanjutnya di jemur kering angin .

finisihing pada kerajinan batik kayu , mengunakan bahan aqua laker . sedangkan untuk bahan yang fungsional seperti mangkok , piring atau sendok mengunakan bahan khusus yang aman untuk kesehatan. Hasil kerajinan batik kayu ini , untuk barang-barang yang memerlukan tambahan asesoris , seperti figura atau patung-patung dilengkapi dengan asesoris kaca atau cincin untuk mempercantik batik kayu tersebut. Kemudian kerajinan itu dikemas dalam kardus , yang sebelumya diberi kertas rumput sebagai pelindung agar aman dari gesekan , saat pengiriman barang . Harga barang kerajinan batik kayu ini cukup berfariatif , mulai dari empat ribu rupiah sampai kisaran dua ratus ribu rupiah.

Pemasaran
Batik Kayu dusun Krebet wilayah pemasaranya juga tidak hanya dalam negri saja seperti Bali, Bandung, Jakarta dan kota-kota lainya, namun pemasaranya juga sampai ke luar negri seperti Asia, Eropa, bahkan Arab Saudi. Dengan begitu tidak menjadi kendala untuk memasarkan hasil batik mereka karena sudah bisa diterima oleh masyarakat global dan mereka juga sudah mempunyai pelanggan tetap para kolektor benda-benda seni.

Adapun teknik pemasaranya, selain membuka toko (showroom) di dusun Krebet, sanggar Sri Rejeki juga pernah mengikuti pamera di Bali, Pekan Raya Jakarta, hingga Bantul Expo. Hasil produksinya jarang terserap pasar lokal. Karena sistem harga pada pasar lokal sudah tidak sehat, misalnya di Malioboro, persaingan bukan terjadi pada segmen “kualitas barang”, akan tetapi pada faktor “harga”, sehingga harga produk kerajinan makin lama makin terpuruk.

Untuk pasar lokal, Sanggar Sri Rejeki hanya memproduksi jika ada yang memesan, seperti dari Bali, Jakarta, Bandung dan batam. Sedangkan untuk ekspor, produk batik buatan Dewala ini sudah masuk ke Australia, Amerika, Jepang, Belanda melalui perusahaan trading, sedangkan untuk Kanada melalui seorang turis yang datang sendiri ke workshop Sri Rejeki, yang kemudian memesan dan menjualnya di Kanada.

Ada juga pengrajin yang menerapkan Pemasaran hasil kerajinan batik kayu ini dengan sistem konsinyasi atau menitipkan barang pada counter-counter di mall-mall di daerah Yogyakarta , untuk pengembangan pemasaranya sudah sampai manca negara , itu terbukti dengan adanya buyer tetap yang sudah menembus pasar internasional , meliputi negara Jepang , Spanyol , Amerika dan beberapa negara Asia.

Kemasyarakatan dan Perekonomian
Batik kayu sudah menjadi icon tersendiri dusun krebet, disini banyak berdiri sanggar atau galeri batik dengan berbagai karakteristik dan cirri khas yang berbeda satu sama lain. Contohnya seperti Sanggar Peni milik bapak Kemiskidi dan Sanggar Punokawan milik bapak Anton wahono. Hasil batik yang mereka hasilkan akan sangat berbeda, baik motif maupun bentuk-bentuknya. Batik kayu juga sudah menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat di Dusun Krebet, sebagian besar dari mereka hidup menggantungkan diri dari kerajinan Batik Kayu.

Menurut bapak Kemiskidi pemilik sanggar Peni, omzet Batik Kayu perbulan mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah, hal ini jelas sangat membantu perekonomian masyarakat setempat, karena sebagian besar pekerja dan pengrajin berasal dari dusun itu sendiri. Sebagian dari mereka mulai belajar membatik sejak kecil, sehingga kebanyakan dari masyarakat setempat memilih untuk membatik daripada melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, karena hasilnya juga sangat bisa membantu perekonomian.

Proses Pembuatan Batik Tulis

---------------------------------------------------------------------------
A. PERLENGKAPAN MEMBATIK CANTING/BATIK TULIS
Proses membatik secara tradisonal ini dari masa kemasa tidak mengalami banyak perubahan sampai sekarang. Melihat dari bentuk dan fungsinya peralatan batik ini cukup tradisional dan unik, sesuai dengan caranya yang masih tradisional. Peralatan batik tradisional ini merupakan bagian dari batik tradisional itu sendiri karena bila dilakukan perubahan dengan menggunakan alat/mesin yang lebih modern maka akan merubah nama batik tradisonal menjadi kain motif batik. Hal ini menunjukkan bahwa cara membatik ini memiliki sifat yang khusus dengan hasil seni batik tradisional. Bila dilihat dari segi waktu dan jumlah yang dihasilkan yang sangat terbatas serta hasil seni dari coretan canting pada kain mori akan menghasilkan seni batik yang bernilai tinggi dan harga yang relatif mahal.
Berikut adalah perlengkapan untuk membatik:

1. Bandul
Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi. Fungsi pokok bandul ialah untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tergeser ditiup angin, atau tarikan si pembatik secara tidak disengaja. Jadi tanpa bandul pekerjaan membatik dapat dilaksanakan




2. Dingklik
Dingklik merupakan tempat duduk orang yang membatik, tingginya disesuaikan dengan tinggi orang duduk saat membatik




3. Gawangan
Gawangan terbuat dari kayu atau bamboo yang mudah dipindah-pindahkan dan kokoh. Fungsi gawangan ini untuk menggantungkan serta membentangkan kain mori sewaktu akan dibatik dengan menggunakan canting


4. Wajan
Wajan ialah perkakas untuk mencairkan “malam” (lilin untuk membatik). Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa mempergunakan alat lain. Oleh karena itu wajan yang dibuat dari tanah liat lebih baik daripada yang dari logam karena tangkainya tidak mudah panas. Tetapi wajan tanah liat agak lambat memanaskan “malam”.

5. Anglo (Kompor)
Anglo dibuat dari tanah liat, atau bahan lain. Anglo ialah alat perapian sebagai pemanas “malam”. Kompor dibuat dari Besi dengan diberi sumbu.. Apabila mempergunakan anglo, maka bahan untuk membuat api ialah arang kayu. Jika mempergunakan kayu bakar anglo diganti dengan keren ; keren inilah yang banyak dipergunakan orang di desa-desa. Keren pada prinsipnya sama dengan anglo, tetapi tidak bertingkat.


6. Tepas
Tepas ini tidak dipergunakan jika perapian menggunakan kompor. Tepas ialah alat untuk membesarkan api menurut kebutuhan ; terbuat dari bambu. Selain tepas, digunakan juga ilir. Tepas dan ilir pada pokoknya sama, hanya berbeda bentuk. Tepas berbentuk empat persegi panjang dan meruncing pada salah satu sisi lebarnya dan tangkainya terletak pada bagian yang runcing itu.

7. Taplak
Taplak berfungsi untuk menutup dan melindungi paha pembatik dari tetesan lilin malam dari canting.

8. Kemplongan
Kemplongan merupakan alat yang terbuat dari kayu yang berbentuk meja dan palu pemukul alat ini dipergunakan untuk menghaluskan kain mori sebelum di beri pola motif batik dan dibatik.

9. Canting
Canting merupakan alat untuk melukis atau menggambar dengan coretan lilin malam pada kain mori. Canting ini sangat menentukan nama batik yang akan dihasilkan menjadi batik tulis. Alat ini terbuat dari kombinasi tembaga dan kayu atau bamboo yang mempunyai sifat lentur dan ringan.
Canting Dapat Dibedakan dalam Beberapa Macam:

a. Menurut fungsinya
1). Canting Reng-rengan
Canting reng-rengan dipergunakan untuk membatik Reng-rengan. Reng-rengan (ngengrengan) ialah batikan pertama kali sesuai dengan pola sebelum dikerjakan lebih lanjut. Orang membatik reng-rengan disebut ngengreng. Pola atau peta ialah batikan yang dipergunakan sebagai contoh model. Reng-rengan dapat diartikan kerangka. Biasanya canting reng-rengan dipergunakan khusus untuk membuat kerangka pola tersebut, sedangkan isen atau isi bidang dibatik dengan mempergunakan canting isen sesuai dengan isi bidang yang diinginkan. Batikan hasil mencontoh pola batik kerangka ataupun bersama isi disebut Polan. Canting reng-rengan bercucuk sedang dan tunggal.

2).Canting Isen
Canting Isen ialah canting untuk membatik isi bidang, atau untuk mengisi
polan. Canting isen bercucuk kecil baik tunggal maupun rangkap.

b. Menurut besar kecil cucuk
1). Canting carat (cucuk) kecil.
2). Canting carat (cucuk) sedang.
3).Canting carat (cucuk) besar

c. Menurut banyaknya carat (cucuk)
1). Canting cecekan.
Canting cecekan bercucuk satu (tunggal), kecil, dipergunakan untuk membuat titik- titik kecil (Jawa : cecek). Orang membuat titik-titik dengan canting cecekan disebut “nyeceki”. Selain untuk membuat titik-titik kecil sebagai pengisi bidang, canting cecekan dipergunakan juga untuk membuat garis-garis kecil.

2). Canting loron.
Loron berasal dari kata loro yang berarti dua. Canting ini bercucuk dua,berjajar atas dan bawah, dipergunakan untuk membuat garis rangkap.

3). Canting telon
Telon dari kata telu yang berarti tiga. Canting ini bercucuk tiga dengan susunan bentuk segi tiga. Kalau canting telon dipergunakan untuk membatik, maka akan terlihat bekas segi tiga yang dibentuk oleh tiga buah titik, sebagai pengisi.

4). Canting prapatan
Prapatan dari kata papat yang berarti empat. Maka canting ini bercucuk empat, dipergunakan untuk membuat empat buah titik yang membentuk bujursangkar sebagai pengisi bidang.

5). Canting liman
Liman dari kata lima. Canting ini bercucuk lima untuk membuat bujursangkar kecil yang dibentuk oleh empat buah cicik dan sebuah titik ditengahnya.

6). Canting byok
Canting byok ialah canting yang bercucuk tujuh buah atau lebih dipergunakan untuk membentuk lingkaran kecil yang terdiri dari titik-titik, ; sebuah titik atau lebih, sesuai dengan banyaknya cucuk, atau besar kecilnya lingkaran. Canting byok biasanya bercucuk ganjil.- Canting renteng atau galaran
Galaran berasal dari kata galar, suatu alat tempat tidur terbuat dari bambu yang dicacah membujur. Renteng adalah rangkaian sesuatu yang berjejer ; cara merangkai dengan sistem tusuk. Canting galaran atau renteng selalu bercucuk genap ; empat buah cucuk atau lebih : biasanya paling banyak enam buah, tersusun dari bawah ke atas.

Gambar Bentuk-bentuk Canting

B. KAIN MORI
Mori adalah bahan baku batik dari katun. Kwalitet mori bermacam-macam, dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Karena kebutuhan mori dari macam-macam kain tidak sama, keterangan dibawah ini barangkali bermanfaat juga.

1. Ukuran mori
Mori yang dibutuhkan sesuai dengan panjang pendeknya kain yang dikehendaki. Ada juga kebutuhan yang pasti misalnya udheng atau ikat kepala. Udheng berukuran lebih atau kurang dari kebutuhan ; oleh karena itu tidak dapat dipergunakan sesuai dengan pemakaian yang semestinya. Tetapi kain tidak pasti ukurannya. Jika pendek akan mempengaruhi kesempurnaan pemakaiannya ; jika lebih panjang akan menambah sempurna dalam pemakaian.
Cara mengukurnya pun hanya dengan jalan memegang kedua sudut mori pada sebuah sisi lebar dan menempelkan salah satu sudut tadi pada sisi panjang berseberangan sepanjang lebar mori. Kalau akan mengambil beberapa kacu, maka berganti-ganti tangan kiri dan kanan memegang sudut mori itu, menempelkan pada sisi panjang yang sama dengan menekuk mori

2. Kebutuhan akan mori
Kain dodot membutuhkan mori 7 kacu. Kain dodot biasanya dipakai oleh keluarga kraton atau penari klasik.Tetapi karena kain dodot mahal harganya, maka fungsi kain dodot para penari diganti oleh kain biasa yang cukup panjang. Kain nyamping membutuhkan 2 atau 2.5 kacu, menurut kesenangan atau besar kecilnya si pemakai. Udheng membu-tuhkan mori sekacu. Udheng ada dua macam; “udheng lembaran” dan “udheng jadi”. Udheng jadi ialah udheng yang sudah berbentuk, tinggal pakai. Udheng jadi ini sebenarnya hanya membutuhkan kain setengah kacu, dan memotongnya secara diagonal.
Sedang udheng lembaran dibentuk sewaktu akan dipakai, langsung dikepala si pemakai ; selesai dipakai udheng itu dilepas lagi. Udheng terakhir ini membutuhkan mori sekacu ; tetapi secara praktis juga hanya setengah kacu, karena setengah kacu lagi terlipat didalam sebagai penebal belaka.
Oleh karenanya udheng lembaran dapat dibatik menurut dua macam motif batik dengan batas salah satu diagonal. Dalam hal udheng yang memakai dua macam motif batik itu, si pemakai bebas memilih motif mana yang ditaruh diluar untuk diperlihatkan.

3. Mengolah mori sebelum dibatik
Sebelum dibatik mori harus diolah lebih dahulu. Baik buruknya pengolahan akan menentukan baik buruknya kain. Pengolahan mori adalah sebagai berikut: Mori yang sudah dipotong diplipit. Diplipit ialah dijahit pada bekas potongan supaya benang “pakan” tidak terlepas. Benang pakan ialah benang yang melintang pada tenunan. Setelah diplipit kemudian dicuci dengan air tawar sampai bersih. Kalau mori kotor, maka kotoran itu akan menahan meresapnya cairan lilin (malam yang dibatikkan) dan menahan cairan warna pada waktu proses pembabaran. Di daerah Yogyakarta dan Surakarta mori dijemur sampai kering setelah dicuci. Tetapi didaerah Blora, setelah dicuci berih mori terus direbus.
Setelah wantu panas, mori bersih dimasukkan kedalamnya. Cara memasukkan mori kedalam wantu mulai dari ujung sampai pangkal secara urut. Rebusan memakan waktu beberapa menit. Mori kemudian diangkat dan dicuci untuk menghilangkan kotoran sewaktu direbus.
Selesai dicuci barulah dijemur sampai kering. Mori menjadi lemas ; kemudian dikanji. Bahan kanjialah beras. Didaerah Blora dipakai sembarang beras asalkan putih. Beras direndam beberapa saat dalam air secukupnya ; kemudian beras bersama airnya direbus sampai mendidih. Air rebusan beras diambil dan dinamakan tajin. Mori kering dimasukkan kedalam tajin sampai merata ; tanpa diperas langsung dijemur supaya kering. Akhirnya mori menjadi kaku.
Setelah mori lembab, kemudian dikemplong. Dikemplong ialah dipukuli pada tempat tertentu dengan cara tertentu pula, supaya benang-benang menjadi kendor dan lemas, sehingga cairan lilin dapat meresap. Cara mengemplong mori. Disediakan kayu kemplongan sebagai alas dan alu pemukul atau “ganden” (ganden ialah martil agak besar terbuat dari kayu). Mori dilipat memanjang menurut lebarnya. Lebar lipatan lebih kurang setengah jengkal ; kemudian ditaruh diatas kayu dasar memanjang, lalu dipukul-pukul. Jika perlu dibolak-balik agar pukulan menjadi rata.
Setelah dikemplong, tinggal menentukan motif batikan yang dikehendaki. Jika ingin motif parang-parangan, atau motif-motif yang membutuhkan bidang-bidang tertentu, maka mori digarisi lebih dahulu. Fungsi penggarisan ini hanyalah untuk menentukan letak motif agar menjadi rapi (lurus). Pembatik yang sudah mahir tidak menggunakan penggarisan. Besar kecilnya garisan tidak sama, tergantung pada motif rencana batikan. Biasanya kayu garisan berpenampang bujursangkar.
Cara memindah kayu penggaris setelah garis pertama ke garis kedua ialah dengan memutar kayu penggaris (membalik), tanpa mengang-katnya. Maka lebar sempitnya ruang antara garis satu sama lain ditentukan oleh banyaknya putaran kayu penggaris. Mori yang dibatik motif semen tidak perlu digarisi, langsung dirangkap dengan pola pada muka mori sebaliknya. Setelah semua itu selesai, barulah dapat dimulai kerja membatik.


C. LILIN (“MALAM”)
Lilin atau “malam” ialah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya “malam” tidak habis (hilang), karena akhirnya diambil kembali pada waktu proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. Tentang “malam” dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Jenis Malam Dan Campurannya.
“Malam” yang dipergunakan untuk membatik macam-macam jenisnya. Kwalitet ini berpengaruh terutama pada daya serap, warna yang dapat mempengaruhi warna mori (kain), halusnya cairan, dan sebagainya.
Maka harganya pun akan berbeda-beda. Tetapi dalam pemakain kita tergantung pada kebutuhan.
Jenis “malam” itu ialah :
a. “Malam Tawon” (lebah ) ialah “malam” yang berasal dari sarang lebah ( tolo tawon). Tolo tawon dipisahkan dari telur lebah dengan jalan merebusnya.
b. “Malam Klanceng” ialah “malam” dari sarang lebah klanceng, dan didapat dengan cara seperti tersebut diatas.
c. “Malam Timur” ialah “malam” terbaik. Jenis ini belum diketahui bahannya.
d. “Malam Sedang”, asal dan bahannya belum dapat diketahui.
e. “Malam Putih”, berasal dari minyak latung buatan pabrik.
f. “Malam Kuning”, berasal dari minyak latung buatan pabrik.
g.“Malam Songkal”, berasal dari minyak latung buatan pabrik. Warnanya hitam dan hanya untuk campuran.
h. Keplak ialah bahan campuran.
i. Gandarukem ialah bahan campuran.

2. Cara Mencampur Malam
Aturan cara mencampur malam adalah sebagai berikut
Malam putih seberat 100 buah uang sen (uang sen jaman Belanda) dengan malam hitam (sangkal) seberat 50 buah uang sen, dan "malam klancen,," seberat 50 buah uang sen. atau "Malam timur" seberat 100 buah uang sen dengan "malam" bekas batikan yang sudah kena wedelan seberat 50 buah uang sen, dan malam klancen berat 50 buah uang sen

D. PROSES MEMBATIK
Mori yang sudah di kemplongi dan di garisi, apabila akan dibatik dengan motif jenis parang-parangan atau motif lain yang membutuhkan bidang tertentu serta lurus, umumnya di”rujak”. Dirujak artinya membatik tanpa mngunakan pola ; orang yang membatik demikian disebut “ngrujak”. Orang yang Ngrujak adalah orang yang sudah ahli. Sedang orang yang baru taraf belajar atau belum lahir biasanya hanya “nerusi” atau “ngisen-ngiseni”. Sedangkan membatikdengan mempergunakan pola sudah diterangkan dimuka. Baik membatik rujak maupun membatik mempergunakan pola biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah ahli, sebab taraf permulaan ini merupakan penentuan buruk-baiknya bentuk batikan secara keseluruhan.

1. Persiapan Membatik

a. Keren, atau anglo dan wajan berisi “malam” harus sudah siap untuk mulai membatik. Malam harus sempurna cairnya (malam tua). Supaya lancar keluarnya melalui cucuk canting ; selain itu malam dapat meresap dengan sempurna dalam mori. Api dalam anglo atau keren harus dijaga tetap membara, tetapi tidak boleh menyala, karena berbahaya kalau menjilat malam dalam wajan.

b. Mori yang sudah dipersiapkan harus telah berada diatas gawangan dekat keren, anglo. Si pembatik duduk diantara gawangan dan keren atau anglo.
Gawangan berdiri disebelah kiri dan keren disebelah kanan pembatik. Orang yang pekerjaannya membatik disebut “pengobeng”.

c. Setelah semuanya beres pembatik memulai tugasnya. Pertama memegang canting. Cara memegang canting berbeda dengan cara memegang pensil, atau pulpen untuk menulis. Perbedaan itu disebabkan ujung cucuk cantingbentuknya melengkung dan berpipa besar, sedang pensil atau pulpen lurus. Memegang canting dengan ujung-ujung ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah seperti memegang pensil untuk menulis, tetapi tangkai canting horizontal, sedangkan pensil untuk menulis dalam posisi condong. Posisi canting demikian itu untuk menjaga agar malam dalam nyamplunga tidak tumpah.

d. Dengan canting itu pengobeng menciduk malam mendidih dalam wajan kemudian dibatikkan diatas mori. Sebelum dibatikkan canting ditiup lebih dahulu cara meniuppun dengan aturan tertentu, agar malam dalam nyamplungan tidak tumpah pada bibir pengobeng.

Canting ditiup dengan maksud :
1). Untuk mengembalikan cairan malam dalam cucuk kedalam nyamplungan, supaya tidak menetes sebelum ujung canting ditempelkan pada mori.

2). Untuk menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting ; karena cucuk canting yang berlumuran cairan malam akan mengurangi baiknya goresan, terutama ketika permulaan canting diproseskan pada mori.

3). Untuk mengontrol cucuk canting dari kemungkinan tersumbat oleh kotoran malam. Kalau tersumbat, maka cairan dalam nyamplungan tidak bersuara, karena udara tidak dapat masuk. Maka lubang ujung cucuk ditusuk memakai ijuk, atau serabut kelapa sampai masuk sepanjang cucuk. Biasanya sesudah ditusuk ditiup kembali, atau langsung dibatikkan pada mori. Keitimewaan menusuk ialah memakai tangan kiri dengan cara tertentu dalam waktu yang cepat.

4). Canting yang beres keadaannya baru digoreskan pada mori. Tangan kiri terletak disebalik mori. Sebagai landasan (penguak) mori yang baru digores dengan canting. Jika cari cairan malam dalam nyamplungan habis, atau kurang lancar mungkin karena pendinginan, malam itu dikembalikan kedalam wajan ; canting dicidukkan pada cairan malam dalam wajan itu juga. Pengembalian cairan malam yang sudah dingin tadi tidak besar pengaruhnya terhadap malam dalam wajan. Hal itu dilakukan smpai selesai, dan termasuk nemboki.

2. Tahap-tahap Membatik

Tahap-tahap membatik sepotong mori harus dikerjakan tahap demi tahap. Setiap tahap dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda tetapi sepotong mori tidak dapat dikerjakan beberapa orang bersamaan waktu.
Tahap-tahap itu ialah :
a. membatik kerangka
membatik kerangka dengan memakai pola disebut “mola”, sedang tanpa pola disebut “ngrujak”. Mori yang sudah dibatik seluruhnya berupa kerangka, baik bekas memakai pola maupun dirujak, disebut “batikkan kosongan”, atau disebut juga “klowongan’. Canting yang dipergunakan ialah canting cucuk sedeng yang disebut juga canting klowongan.

b. ngisen-iseni
ngisen-iseni dari kata “isi”. Maka ngisen-iseni berarti memberi isi atau mengisi. Ngisen iseni dengan mempergunakan canting cucuk kecil disebut juga canting isen canting isen bermacam-macam. Tetapi sepotong mori belum tentu mempergunakan seluruh macam canting isen, tetapi tergantung pada motif yang akan di buat.Umpama memerlukan bermacam -macam canting isen karena beraneka ragam ; Tetapi membatik harus satu persatu, dan setiap bagian harus selesai sebelum bagian lain dikerjakan dengan canting lain misalnya kalau “nyeceki” (membuat motif yang terdiri dari titik-titik),
bagian cecekan harus selesai seluruhnya. Kegiatan mengerjakan bagian-bagian mempunyai nama masing-masing ; nama tersebut menurut nama canting yang dipergunakan. Proses pemberian nama ialah dengan mengubah nama benda (nama canting) menjadi kata kerja, sedang hasil kerjanya diambil dari nama canting yang dipergunakan. Nama itu ialah : nyeceki yaitu mempergunakan canting cecekan, hasilnya bernama cecekan. Neloni ialah mempergunakan canting Telon, hasilnya disebut telon. Mrapati ialah mempergunakan Canting Prapatan, hasilnya, dan seterusnya. Tetapi mempergunakan Canting Galaran atau Canting Renteng, selalu disebut ngalari, dan tidak pernah disebut “ngrentengi” ; sedang hasilnya selalu disebut “galaran”, tidak pernah disebut “rentengan”
Cara penggunaan canting bertahap itu banyak keuntungannya. Keuntungan pertama ialah canting dapat dipergunakan bergantian dalam satu rombongan pengobeng (pembatik yang berbeda-beda tugasnya (berbeda tahap batikan yang dikerjakan) ; Keuntungan kedua kedua ialah mengurangi jumlah canting yang semacam meskipun anggota pengobeng cukup banyak. Kalau dua orang bersamaan akan menggunkan canting semacam, sedangkan cantinga hanya sebuah, maka salah satu dapat menundanya dan mengerjakan bagian lain dengan canting lain. Demikian seterusnya.
Batikkan yang lengkap dengan isen-isen disebut “reng-rengan”. Oleh kaena namanya reng-rengan maka pengobeng yang membatik sejak permuaan sampai penyelesaian (akhir) memberi isen-isen disebut “ngengreng”. Jadi ngerengan merupakan kesatuan motif dari keseluruhan yang dikehendaki. Hal itu merupakan penyelesaian yang pertama.

c. Nerusi
Nerusi merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan yang berupa ngengrengan kemudian di balik permukaannya, dan dibatik kembali pada permukaan kedua itu. Membatik nerusi ialah membatik mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusnya. Nerusi tidak berbeda dengan mola dan batikan pertama berfungsi sebagai pola. Canting-cantingyang dipergunakan sama dengan canting canting untuk ngengreng nerusi terutama untuk mempertebal tembusan batikan pertama serta untuk memperjelas. Batikan yang selesai pada tahap ini pun masih disebut “ngengrengan”. Pengobeng yang membatik dari permulaan sampai selesai nerusi disebut “ngengreng”.

d. Nembok
v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5351754892877564978">Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi kain.Maka bagian-bagian yang tidak akan diberi warna, atau akan diberi warna sesudah bagian yang lain harus ditutup dengan malam. Cara menutupnya seperti cara membatik bagian lain dengan mempergunakan canting tembokan. Canting tembokan bercucuk besar. Orang yang mengerjakan disebut “Nembok” atau nemboki dan hasilnya disebut “tembokan”. Bagian yang ditembok biasanya disela-sela motif pokok. Menembok biasanya mempergunakan malam kualitas rendah. Meskipun malam penuh kotoran tetapi canting canting bercucuk besar tidak banyak terganggu. Selain itu bagian tembokan cukup lebar dan tebal,sehingga kurang baiknya malam untuk nembok dapat diatasi.
Pada hakekatnya fungsi malam selain untuk membentuk motif, juga untuk menutup pada tahap-tahap pemberian warna kain, dimana warna itu sebagai pembentuk motif batik yang sesungguhnya. Nem-bok hanya pada sebelah muka mori.

e. Bliriki
border=0 v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5351754875548610354"> Bliriki ialah nerusi tembokan agar bagian-bagian itu tertutup sungguh –sungguh. Bliriki mempergunakan canting tembokan dan caranya seperti nemboki.
Apabila tahap terakhir ini sudah selesai berarti proses membatik selesai juga. Hasil Bliriki disebut “blirikan” tetapi jarang disebut demikian, lebih biasa disebut”tembokan”. Memang membatik disebut selesai apabila proses terakhir tadi selesai ;atau kalau batikan tidak perlu ditembok,maka yang disebut batikan selesai adalah sebelum ditembok.
Pada jaman yang silam didaerah Surakarta, setiap selesai tahap-tahap tadi, batikan dijemur sampai “malam “ nya hampir meleleh.
Maksud penjemuran itu ialah agar supaya lilin pada mori tidak mudah rontok atau hilang. Sebab “malam” (mendidih) waktu dipergunakan untuk membatik dan bersinggungan dengan mori dingin akan membeku tiba-tiba karena proses “kejut”. Pembekuan malam demikian itu kurang baik, karena batikan sering patah-patah dan malam mudah rontok.
Tetapi jika dijemur,pemanasan terjadi secara merata , dan mori ikut terpanasi.Mori yang mengalami pemanasan sinar matahari akan mengembang, dan mempunyai daya serap. Proses mengembang ini memperkuat melekatnya malam yang mulai akan meleleh;sebelum malam itu meleleh batikan harus diangkat dengan hati-hati ke tempat teduh.
Di tempat teduh, batikan secara serentak akan mendingin. Proses pendinginan ini pun ada keuntungannya, karena antara mori dan malam saling memperkuat daya lekat.Selesailah kerja membatik.

E. MBABAR v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5351766090281532018">
Mbabar ialah proses penyelesaian dari batikan menjadi kain. Selesai batikan dibliriki, meningkat pengerjaan selanjutnya, yaitu memproses menjadi kain. Dibeberapa daerah cara mbabar pada garis besarnya sama.
Perbedaan hanyalah terletak pada perbandingan bahan adonan yang dipergunakan. Ada suatu daerah dimana perbandingan bahan adonan sudah tertentu sesuai dengan kain yang diinginkan. Tetapi ada pula daerah yang mempergunakan perbandingan tidak menentu dan hanya berdasar perkiraan menurut pengalaman. Selain itu perbedaan terletak pada jangka waktu yang dibutuhkan setiap tahap-tahap mbabar. Ada pula yang mempergunakan jangka waktu tertentu ; tetapi ada pula yang berdasar perkiraan saja. Perbedaan-perbedaan itu mempengaruhi kwalitet kain yang diproduksi setiap daerah. Hal itu tidak mustahil karena pada mbabar terdapat proses kimia ; sedang waktu adalah sangat besar pengaruhnya terhadap proses kimia. Tetapi proses ini belum diketahui secara mendalam oleh para pembabar masa silam.

1. Bahan Untuk Mbabar
Pada umumnya untuk mbabar batikan dipergunakan bahan hasil alam dengan pengolahan sederhana. Memang bumi Indonesia kaya akan hasil alam yang bermacam-macam.
Bahan untuk mbabar, antara lain :
a. NILA
Nila dari tumbuh-tumbuhan tarum (Jawa tom). Sudah sejak jaman purbakala tarum dipakai untuk membuat warna pakaian. Nila dipergunakan untuk medel batikan dengan campuran bahan yang lain.

b. TEBU
Tebu diambil gulanya atau tetes; sebagai campuran.

c. ENJET (KAPUR SIRIH)
Dipergunakan untuk campuran.

d. TAJIN
Tajin ialah semacam kanji yang diambil dari air rebusan beras.

e. SOGA
Soga nama tumbuh-tumbuhan dari keluarga papilionaceae dan mempunyai warna kuning.

f. SAREN
Saren dari kata sari berarti inti atau pati. Di Jawa terdapat istilah “saren” ;yang dimaksud adalah darah lembu (kerbau) yang dipotong dan dimasak. Di sini saren adalah suatu ramuan, atau adonan dari beberapa bahan untuk mencelup batikan sesudah disoga. Dan tahap ini adalah tahap menghilangkan “malam”, atau mendekati penyelesaian.

2. Proses Mbabar Batikan Menjadi Kain.
Proses ini terbagi dalam beberapa tahap dan harus diselesaikan secara urut. Kalau batikan sudah dibliriki, pekerjaan meningkat kepada tahap pertama proses mbabar.
Tahap-tahap itu ialah :

a. Medel Dan Mbironi border=0 v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5351767469802714178">
Bahan pokok untuk medel ialah nila (tarum). Lebih dahulu disediakan air 24 pikul, satu pikul lebih kurang 40 liter. Sebuah jambangan diisi air 21 pikul dan sebuah lagi tetap dikosongkan. Jambangan yang berisi air kemudian diberi latak. Latak ialah endapan cairan nila. Banyaknya latak 3 pikul, diaduk pagi dan sore selama 2 atau 3 hari. Pada pagi hari ke-3 atau 4, jika keadaan latak dalam campuran tersebut sudah kelihatan hitam, maka air diatas endapan diambil dan dipindah ke jambangan yang kosong. Endapan latak campuran ditambah lagi dengan latak baru sebanyak 2 pikul dan gula tetes sebanyak sebatok (batok yang dimaksud ialah tempurung kelapa belah dua dan diambil dagingnya). Warna campuran akan menjadi kuning. Sore harinya ditambah lagi dengan nila yang amat hitam sebanyak 1,5 pinggan besar (pinggan ialah mangkok besar).
Keesokan harinya, kira jam 6.00, nila dalam jambangan sudah dapat dimasuki batikan. Nila sebanyak itu diperuntukkan bagi batikan sebanyak 30 potong, masing-masing 2,5 kacu. Pencelupan ini memakan waktu kira-kira 2 jam ; setelah itu diangkat dari rendaman dan ditaruh pada suatu sampiran tanpa dibentangkan, sampai air tidak menetes (atus). Pengangkatan dari rendaman dan penempatan sampai “atus” disebut “kasirep” (kasirep dari kata sirep kurang lebih berarti “reda”). Jika sudah atus atau tidak menetes airnya, kemudian dimasukkan ke dalam nila kembali selama dua jam : setelah itu diangkat dan dijemur sampai kering. Pengangkatan kedua dan penjemuran sampai kering disebut “kageblogi”( kageblogi dari kata “geblok” berarti suatu cara memukul, atau suatu ukuran kelompok).
Setelah batikan kering, dimasukkan lagi ke dalam nila. Pekerjaan ini dilakukan beberapa kali sampai batikan mencapai warna hitam. Kalau batikan sudah berwarna hitam, barulah kerja tersebut berhenti. Nila bekas pencelupan segera ditambah dengan endapan nila sebanyak 1,5 pinggan besar. Penambahan ini disebut “nglawuhi” (nglawuhi dari kata lawuh berarti lauk pauk untuk makan). Tetapi arti atau fungsi nglawuhi dalam proses mbabar kain ini adalah sebagai penyempurna. Sekarang nila berwarna kuning. Kalau terlalu kuning akan berbahaya sebab dapat merontokkan “malam”, sedangkan tugas “malam” pada mori belum selesai. Warna terlalu kuning disebabkan kurang enjet (kapur sirih). Tetapi jika terlalu banyak enjet, warnanya akan menjadi hijau, tidak dapat untuk menghitamkan batikan. Untuk mengembalikan warna menjadi kuning, cukuplah diberi cuka Jawa (?) atau gula tetes.
Seandainya belum juga kuning, diberi gula tebu dan asam sampai warna berubah menjadi kuning kembali sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu batikan dimasukkan kembali dalam adonan nila seperti kerja di atas.
Sekarang batikan sungguh-sungguh berwarna hitam. Setelah cukup batikan diangkat dan dicuci dalam air tawar dan dikeringkan pada tempat teduh.
Batikan yang sudah kering direndam dalam air tawar sampai “malam” bluduk (bluduk ialah seperti keadaan akan rontok). “Malam” pada batikan reng-rengan dan terusan dikerok memakai alat tertentu sampai bersih ; sedangkan “malam” pada tembokan dan blirikan tidak dikerok. Batikan yang sudah dikerok terus dibilasi (dibilasi ialah pencucian yang kedua kali) sampai air cucian kelihatan bersih, dan dikeringkan kembali pada tempat yang teduh. Setelah batikan kering, lalu dikanji memakai “tajin busuk” (basi) dengan gula tebu. Perbandingan campuran ialah 3 gelas tajin dengan gula seberat 3 buah uang sen. Setelah dikanji batikan dikeringkan kembali. Sesudah kering dibironi pada bagian-bagian yang membutuhkan warna biru (dibironi diberi warna biru). Sebelum dibironi, bagian-bagian yang tidak membutuhkan warna biru ditutup dengan “malam”. Cara menutup seperti membatik tembokan dan bliriki. Selesai dibironi, meningkat ke tahap ketiga yaitu di “soga”. id="ctl00_ContentBoxMain_CommentUpperButton1" v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5351771360792770546">
Kemudian batikan dibironi. Reng-rengan batikan dikerok sampai bersih seperti cara yang sudah diterangkan. Sesudah dikerok terus dicuci dan dikeringkan, atau tanpa dikeringkan langsung disekuli, yaitu dicelupkan dalam “tajin” ; kemudian dikeringkan. Apabila sudah kering, terus dibironi. Perbedaan dengan cara di atas ialah tanpa mengalami pengeringan yang pertama. Selain itu perbandingan bahan-bahan ramuan nila tidak tentu, tetapi tergantung dari perkiraan yang mengerjakan. Hal itu mungkin merupakan kekalahan dalam tahap wedelan.

b. Nyoga id="ctl00_ContentBoxMain_CommentUpperButton1" v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5351776566810706386">
Sesudah dibironi dan kering, batikan itu disoga. Caranya : Batikan diwiru, yaitu dilipat bolak-balik (lipatan spiral). Selesai diwiru, dima-sukkan ke dalam wadah yang berisi soga hangat, ditekan-tekan sedemikian rupa agar merata. Sesudah cukup rata diangkat, dan disampirkan di atas wadah tersebut, supaya soga dapat menetes kembali ke dalam wadah tadi. Jika cairan soga tidak menetes lagi, maka batikan dijemur pada sinar matahari sampai setengah kering,
kemudian dipindah ke tempat teduh sampai kering. Sampai disini barulah satu tahap ny v:shapes="BLOGGER_PHOTO_ID_5352085697625433954">oga ; sedang penggunaan masing-masing soga akan berbeda pula tingkat-tingkatnya.
Setelah selesai menyoga, segera batikan disareni. Kapur dan gula tebu dituangi air jambangan, diaduk sampai hancur. Sesudah mengendap, maka air rendaman dituangkan dalam kenceng. Batikan dimasukkan dalam kenceng sampai merata ; kemudian diangkat sampai atus. Sesudah atus, terus dipukul-pukul dalam air panas supaya “malam” hilang. Memukulkan pada air panas disebut “nglorot atau “nglungsur”. Setelah batikan “dilorot” terus dicuci dan dijemur. Penjemuran batikan itu disebut “dikemplang”. Sampai tahap ini disebut “ambabar”. Setiap pagi hari batikan yang sudah berupa kain itu diembun-embunkan. Selesailah proses mbabar batikan.


DAFTAR PUSTAKA:

Drs. Hamzuri, Batik Klasik , penerbit Djambatan, Jakarta 1981.

G.P. Rouffear En H.H. Juynboll, DE BATIKKUNST, Th.1914

J. E. Jasper en Mas Pirngadie, INLANDSCHE KUNSTNIJVERHEID

IN NEDERLANDSCH INDI, Gravenhage Door De Boek? & Kunstdrukkerij, Mouton & Co.? 1916.
Rijksblad van Djokjakarta No 19. th 1927

TJOKROSUHARTO. Koleksi Pola Motif Batik,

Tim Pengabdian pada Masyarakat Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Pakaian Adat Jawa Gaya Yogyakarta, 1995

Krebet (Kerajinan Batik Kayu di Indonesia)

Bookmark and ShareComment

Krebet (Kerajinan batik kayu)

Di Krebet yang kami kunjungi ini, terdapat banyak sekali sanggar pembuatan batik kayu. Kami, kelompok 12 mendapat bagian untuk mengunjungi pengrajin batik kayu di sanggar yang bernama sanggar Peni. Sanggar yang kami kunjungi ini telah merintis usaha batik kayu sejak 20 tahun yang lalu yakni pada tahun 1989. Usaha batik kayu di sanggar Peni ini dirintis oleh Bpk Kemiskid. Dirintisnya sanggar kerajinan batik kayu memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah:

1. Memberikan nafkah/ penghasilan bagi bapak yang merintis sanggar ini dan bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya.

2. Mengembangkan daerah pariwisata. Daerah Krebet tadinya bukan merupakan daerah pariwisata, namun dengan berdirinya sanggar ini, maka tempat ini menjadi salah satu daerah wisata.

3. Melestarikan kebudayaan batik kayu agar kebudayaan ini tidak hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.

4. Memperkenalkan kebudayaan batik kayu ini kepada dunia internasional.

Sanggar batik kayu digolongkan ke dalam industri kecil. Ada dua alasan umum yang mendukung pernyataan bahwa sanggar ini merupakan industri kecil yaitu: Pertama, karena sanggar ini merupakan suatu home industry atau industri rumahan yang tidak memerlukan tempat yang sangat besar seperti pabrik. Kedua, adalah karena semua proses pembuatan yang berlangsung di sanggar ini tidak menggunakan mesin, melainkan tangan manusia. Sanggar yang kami kunjungi ini yaitu sanggar Peni berlokasi di Krebet Sendang Sari Pajangan, Bantul. Di Krebet ini tidak hanya terdapat satu sanggar batik kayu namun ada sangat banyak. Alasan mengapa di Krebet terdapat banyak sanggar batik kayu adalah karena daerah Krebet sulit ditumbuhi oleh tanaman pertanian sehingga masyarakat Krebet tidak bisa mendapatkan penghasilan dengan bertani. Oleh karena itu mereka membentuk sanggar batik kayu.

Selanjutnya, kita memasuki proses produksi batik kayu. Karena kerjainan ini merupakan batik kayu, maka bahan yang selalu menjadi bahan utama adalah kayu. Pada umumnya semua jenis kayu dapat digunakan namun ada satu jenis kayu yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar yaitu kayu pinus. Jenis kayu yang paling sering digunakan dalam kerajinan ini adalah kayu sengon dan kayu maumi. Selain kayu, tentu saja ada bahan lain yang digunakan dalam proses pembuatan batik kayu ini diantaranya adalah lilin (malam) yang digunakan untuk membuat pola batik pada kayu, pewarna yang digunakan untuk memberikan warna pada kayu, obat- obatan khusus batik, minyak, dan yang terakhir adalah bahan finishing untuk kayu berupa melamin.

Bahan dasar kayu dan bahan- bahan lain di atas akan menghasilkan berbagai kerajinan tangan. Hasil utamanya adalah berupa batik kayu, namun tidak hanya itu. Di sanggar ini, selain menghasilkan batik kayu, ada barang- barang lain yang merupakan hasil dari kerajinan tangan di sanggar ini, diantaranya adalah tissue box, poster, topeng, bingkai foto, miniatur patung, was, dan tidak terlupakan pula vas bunga. Informasi ini tidaklah lengkap tanpa mengetahui proses pembuatan batik kayu.

Di sanggar ini, setiap jenis barangnya diproduksi dalam jumlah sekitar 500 – 1000 buah/ jenis setiap bulannya. Dalam pembuatan batik kayu, paling sedikitnya terdapat 5 tahap dalam pembuatannya. Proses situ dimulai dari diukirnya kayu hingga proses pengeringannya. Berikut adalah urutan proses pembuatan batik kayu:

1. Kayu yang telah dipotong diukir sesuai bentuk yang diinginkan.

2. Kayu yang telah selesai diukir kemudian dihaluskan dengan menghilangkan serabut- serabut kayunya sehingga tidak merusak batik.

3. Setelah kayu menjadi halus, kayu memasuki tahap pembatikan. Kayu dibatik oleh para pengrajin dengan malam cair.

4. Tahap berikutnya adalah proses pewarnaan dengan memberikan warna pada kayu yang sudah selesai dibatik.

5. Pada tahap terakhir, kayu yang telah diberi warna dikeringkan. Setelah kayu benar- benar kering, batik kayu siap untuk dijual.

Untuk mode batiknya, sanggar Peni ini menggunakan mode bebas, maksudnya adalah semua mode dicoba. Sebagian besar mode batik yang digunakan di sini berasal dari Bali. Setelah batik kayu dan berbagai kerajinan lainnya sudah jadi, kerajinan ini dipasarkan ke berbagai tempat di Indonesia seperti Bali, Surabaya, Batam dan Jakarta. Kerajinan ini bahkan sudah sampai diekspor ke luar negeri seperti Amerika, Brazil, dan Jerman. Selain menggunakan sumber daya alam, diperlukannya sumber daya manusia untuk mengolah SDA yang ada. Di sanggar peni ini terdapat 6 orang karyawan kantor sementara itu, pekerja kasarnya ada 50 orang.

Visi:

Pada musim kemarau, masyarakat Krebet tidak bisa mendapatkan penghasilan melaui pertanian, oleh karena itu kerajnan membatik menjadi jalan keluarnya. Dengan adanya kerajinan membatik ini, masyarakat tetap bisa mendapatkan nafkah untuk bertahan hidup pada musim kemarau. Oleh karena itu pekerjaan masyarakat mengalami perubahan dari pertanian ke kerajinan tangan.

Misi:

Usaha kerajinan batik kayu di sanggar Peni ini memiliki sejumlah misi, diantaranya adalah:

1. Melestarikan budaya membatik sehingga tidak menghilang dari kehidupan kita.

2. Sebagai sumber nafkah bagi masyarakat yang bekerja sebagai pengrajin batik kayu. Dari itu, kita dapat simpulkan bahwa budaya dapat menghidupi kita.

3. Karena budaya telah menghidupi masyarakat, maka masyarakat memiliki misi untuk menghidupi budaya.

4. Memperkenalkan budaya batik pada masyarakat dunia.

Diterbitkan di: : Maret 08, 2009

Daftar Pustaka

Krebet (Kerajinan Batik Kayu di Indonesia)

RENUNGAN KALBU


Aku Dimakamkan Hari Ini


Perlahan, tubuhku ditutupi tanah,
perlahan, semua pergi meninggalkanku,
masih terdengar jelas langkah-langkah terakhir mereka,
aku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang,
sendiri, menunggu keputusan...

Istri, belahan hati, belahan jiwa pun pergi,
Anak, yang di tubuhnya darahku mengalir, tak juga tinggal,
Apatah lagi sekedar tangan kanan, kawan dekat, rekan bisnis, atau orang-orang lain,
Aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.

Istriku menangis, sangat pedih, aku pun demikian,
Anakku menangis, tak kalah sedih, dan aku juga,
Tangan kananku menghibur mereka,
kawan dekatku berkirim bunga dan ucapan,
tetapi aku tetap sendiri,
disini, menunggu perhitungan ...

Menyesal sudah tak mungkin,
Tobat tak lagi dianggap,
dan ma'af pun tak bakal didengar,
aku benar-benar harus sendiri...

Tuhanku, (entah dari mana kekuatan itu datang, setelah sekian lama aku tak lagi dekat dengan-Nya),
jika Kau beri aku satu lagi kesempatan,
jika Kau pinjamkan lagi beberapa hari milik-Mu,
beberapa hari saja...
Aku akan berkeliling, memohon ma'af pada mereka,
yang selama ini telah merasakan zalimku,
yang selama ini sengsara karena aku,
yang tertindas dalam kuasaku,
yang selama ini telah aku sakiti hatinya
yang selama ini telah aku bohongi
Aku harus kembalikan, semua harta kotor ini,
yang kukumpulkan dengan wajah gembira,
yang kukuras dari sumber yang tak jelas,
yang kumakan, bahkan yang kutelan.
Aku harus tuntaskan janji-janji palsu yg sering ku umbar dulu.

Dan Tuhan,
beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,
untuk berbakti kepada ayah dan ibu tercinta,
teringat kata-kata kasar dan keras yang menyakitkan hati mereka,
maafkan aku ayah dan ibu,
mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangmu ...

beri juga aku waktu,
untuk berkumpul dengan istri dan anakku,
untuk sungguh-sungguh beramal soleh,
Aku sungguh ingin bersujud dihadapan-Mu,
bersama mereka ...

begitu sesal diri ini,
karena hari-hari telah berlalu tanpa makna penuh kesia-siaan,
kesenangan yang pernah kuraih dulu,
tak ada artinya sama sekali ...

mengapa ku sia-siakan saja,
waktu hidup yang hanya sekali itu,
andai ku bisa putar ulang waktu itu ...

Aku dimakamkan hari ini,
dan semua menjadi tak terma'afkan,
dan semua menjadi terlambat,
dan aku harus sendiri,
untuk waktu yang tak terbayangkan ...